Pribumi Taiwan: Rumpun Melayu Yang Terlupakan
Oleh: Chen Chen Muthari
Menatap langit saujana biru azura
Di timur dan barat matahari memerah
Di empat penjuru lautan semua saudara
Semua makhluk bak saudara sedarah
28 Oktober selalu mengingatkan kepada kita bahwa kita sebagai bangsa Indonesia pernah bersumpah akan berbahasa satu. Oktober pun telah dicanangkan sebagai Bulan Bahasa Indonesia. Setiap 28 Oktober kita diingatkan sebagai satu bangsa, kita terikat oleh bahasa Indonesia. Bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Ini karena sebagian besar dari komponen bangsa ini adalah satu rumpun. Yaitu rumpun bangsa Melayu. Tulisan kali ini berusaha untuk mengingatkan bahwa nun jauh di garis terluar Alam Melayu, ada saudara-saudara sepupu kita yang masih memiliki ikatan kebahasaan dengan bahasa kita, dan bahasa mereka nyaris punah karena jumlah dan keadaan mereka saat ini.
Para sejarawan percaya bahwa rumpun Melayu yang sekarang mendiami kepulauan Nusantara dan Semenanjung Melayu adalah keturunan kaum imigran 3500 tahun lalu dari daratan Yunnan di sebelah selatan China. Pada masa itu pula, rumpun bangsa Austronesia juga telah mendiami bumi Melayu. Pada waktu mereka beramai-ramai berhijrah, bumi Melayu belum terpecah-belah menjadi ribuan pulau seperti sekarang. Gempa bumi yang sangat dahsyat telah menimbulkan retakan-retakan yang besar dan retakan-retakan itu kemudian digenangi air. Selat Melaka, Laut Jawa, Selat Sunda, dll kini memisahkan bangsa-bangsa itu. Gempa bumi yang sering menimpa Indonesia, seperti di Aceh pada tahun 2004, di Jogja pada tahun 2006, dan di Jawa Barat pada bulan September lalu mungkin sekali skala richter-nya masih lebih kecil daripada gempa bumi 3500 tahun lalu.
Para peneliti juga menduga bahwa rumpun bangsa Austronesia mengembara sampai jauh ke utara. Taiwan salah satunya, sebuah pulau di sebelah barat wilayah Hokian (daratan China), ke arah barat lautnya ada Kepulauan Ryukyu (Jepang), ke selatannya ada Pulau Yonaguni (Jepang) dan Filipina. Menurut para peneliti, penduduk asli atau pribumi Taiwan sebenarnya bukan orang China, melainkan rumpun bangsa Austronesia, sebab baru pada abad ke-14 M orang-orang China menduduki Taiwan.
Para penduduk asli Taiwan terbagi atas dua golongan. Golongan pertama terdiri dari sekitar 12 suku dan tinggal di pedalaman Taiwan. Mereka menolak berasimilasi dengan orang China. Golongan kedua, pingpu, sekitar 10 suku yang telah melebur dengan orang-orang China. Bahasa dan budaya asli mereka telah punah sebab mereka tidak lagi menyadari bahwa mereka adalah keturunan pribumi Taiwan.
Golongan pertama itu antara lain adalah suku Atayal, Paiwan, Rukai, Saisiat, Tsao, Amis, Puyuma, Bunun, dan Yami (Tao).
Berdasarkan hasil penelitian para peneliti mengenai para penduduk asli pada golongan pertama itu, saya dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Sebagian besar suku memiliki adat-istiadat seperti suku-suku pedalaman Kalimantan. Contohnya, adanya tradisi memburu kepala sebagai bukti keberanian.
2. Mereka memiliki bahasa yang secara linguistik digolongkan dalam bahasa Austronesia. Meski pun masing-masing suku memiliki dialek yang sangat berbeda satu sama lain, terdapat sejumlah kosakata dalam bahasa mereka yang berkaitan dengan rumpun bahasa Melayu-Polinesia, seperti dialek Jawa dan Sunda. Maka, dapat digolongan pula bahasa mereka dalam rumpun bahasa Melayu.
3. Beberapa suku bangsa memiliki adat perpatih seperti Minangkabau, yaitu pewarisan keluarga melalui kaum wanita, tetapi urusan kemasyarakatan dipegang lelaki.
Sejak sekitar lima tahun ketika saya membaca hasil penelitian ini pertama kali, hal yang paling menarik perhatian adalah bahasa mereka yang digolongkan dalam rumpun bahasa Melayu, seperti halnya bahasa Tagalog dan dialek-dialek di seluruh kepulauan Nusantara.
Kemiripan bahasa para pribumi di pulau Taiwan dengan berbagai dialek Melayu terutama dialek para pribumi di pulau Jawa (termasuk Sunda, Madura, dll) sangat tampak jelas dalam istilah-istilah angka :
Mari kita lihat kemiripan tersebut:
Melayu: 1-satu, 2-dua, 3-tiga, 4-empat, 5-lima, 6-enam, 7-tujuh,
8-delapan/lapan, 9-sembilan, 10-sepuluh
Jawa: 1-siji/sitok, 2-loro, 3-telu, 4-papat, 5-gangsal/limo, 6-enem, 7-pitu,
8-wolu, 9-songo, 10-sepuluh
Atayal: 1-kingan, 2-taha, 3-telo, 4-seqpat, 5-lima, 6-matalu, 7-putu,
8-meseqpat, 9-mengali, 10-maxen
Paiwan: 1-ita, 2-dusa, 3-chelu, 4-sepat, 5-lima, 6-unem, 7-picu,
8-alu, 9-siva, 10-puluq
Puyuma: 1-sa, 2-tua, 3-teli, 4-pat, 5-lima, 6-enem, 7-putu,
8-walu, 9-iwa, 10-puluh
Tsou: 1-cihi, 2-roso, 3-turu, 4-septe, 5-rimo, 6-nome, 7-pitu,
8-voru, 9-sio, 10-maske
Amis: 1-cecay, 2-tosa, 3-tolo, 4-sepat, 5-lima, 6-enem, 7-pito,
8-valo, 9-siwa, 10-poloq
Paiwan: 1-ita, 2-dusa, 3-chelu, 4-sepat, 5-lima, 6-unem, 7-picu,
8-alu, 9-siva, 10-puluq
Bunun: 1-tasa, 2-dusa, 3-tau, 4-paat, 5-hima, 6-nuum, 7-pitu,
8-vau, 9-siva, 10-macan
Yami: 1-asa, 2-doa, 3-teylo, 4-apat, 5-lima, 6-anem, 7-pito,
8-wao, 9-siam, 10-poho
Kata-kata lain misalnya adalah sbb :
1. mata: mata (Amis & Bunun), maca (Rukai & Paiwan)
2. telinga : tagila (Amis), talinga (Puyuma), calinga (Rukai)
3. kaki : kakai (Atayal)
4. lidah : lidame (Rukai)
5. ekor : ikur (Puyuma)
6. api : apoy (Rukai), sapuy (Paiwan), apuy (Puyuma).
7. jalan: djalan (Paiwan), dalan (Puyuma) – (Jawa: dalan),
lalan (Amis), daan (Bunun)
8. makan: mekan (Puyuma), wakane (Rukai).
Menurut para peneliti lagi, dialek-dialek ke-12 suku terancam punah karena jumlah penuturnya semakin sedikit. Para peneliti berharap bisa terus melakukan penelitian sebelum unsur-unsur rumpun bahasa Melayu di kalangan pribumi Taiwan benar-benar punah. Kita mungkin juga bisa berdoa supaya bahasa asli mereka tidaklah punah. Apalagi akhir-akhir ini terjadi banyak bencana alam di pedalaman Taiwan dan penggunaan bahasa Mandarin telah meluas di kalangan mereka.
Jelas sudah bahwa pribumi Taiwan masih merupakan rumpun bangsa Melayu. Bahasa kita masih satu induk dengan bahasa mereka. Kita bisa melihat bahwa bahasa asli mereka nyaris punah. Mungkinkah bahasa kita dan dialek-dialek ratusan suku di Alam Melayu kita juga sedang berjalan ke arah kepunahan karena kita tidak lagi bertutur dalam bahasa Indonesia yang baik serta tidak mau lagi bertutur dalam dialek etnis kakek dan nenek kita?
Suatu waktu nanti, jika berlebih rezeki dan memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Taiwan, janganlah lupa wahai saudara-saudara rumpun Melayu, mari menjenguk saudara-saudara sepupu kita di pedalaman Taiwan. Berandai-andai. Kalau kedatangan saya disambut hangat, mungkin, saya akan langsung menyebut angka-angka dari 1 sampai 10 dalam bahasa Jawa kepada mereka sambil minum teh hangat dan memandangi gunung yang mengepung desa mereka…Hmm….
Sumber:
Daradjadi, “Perang Sepanjang 1740-1743: Tionghoa-Jawa lawan VOC” Penerbit: Pelangi Nusantara.
Takuji Arai (Taiwan: Sempadan Bahasa & Budaya Paling Utara…) dalam buku “Memeluk Akar Menyuluh Ke Langit edisi Budaya”. Penerbit: Jabatan Bahasa dan Budaya Melayu Universiti Teknologi Nanyang Singapura
Lee Geok Lan, “Wordscapes 2”, Penerbit: Fajar Bakti, Kuala Lumpur
http://www.reachtoteachrecruiting.com/guide-to-taiwan-culture.html
The Aboriginal Culture in Taiwan: A native aboriginal family in Taiwan
Taiwan’s original residents belonged to Malaya-Polynesian ancestry, and have a history spanning back thousands of years. Today most aboriginal cultures live in the mountainous areas of Taiwan having been driven there by colonial powers over the past several centuries. There are a total of 12 aborigine tribes in Taiwan:» Amis » Atayal » Bunan » Kavalan
» Rukai » Saisiyat » Thao » Truku
» Paiwan » Punuyumayan » Yami » Tsou
Each tribe has its own respective language, manners, customs and tribal structure. Seemingly the only common thread amongst them aside from geographical representation is the fact that each is now facing assimilation and cultural preservation issues.
No comments:
Post a Comment